Perjalanan

Agustinus Wibowo: Dalam Perjalanan Kita Bertumbuh

sumber: Avgustin.net
sumber: Avgustin.net

Berikut ini adalah cuplikan wawancara eksklusif saya dengan Agustinus Wibowo untuk majalah Pradha. Sungguh beruntung saya bisa menemui Agustinus di sela-sela kesibukannya mengikuti Makassar Writer Festival 2013.

Nama Agustinus Wibowo mulai mendapat tempat di hati para traveler Indonesia. Kisah perjalanannya yang penuh petualangan dan renungan awalnya terbit secara berkala di Kompas.com sebelum akhirnya diterbitkan menjadi buku. Buku pertamanya Selimut Debu terbit 2010 menyusul kemudian Garis Batas yang berisi pengalaman bertandang ke negara-negara pecahan Uni Sovyet yang berakhiran Stan. Tahun 2013 Agustinus merampungkan buku ketiganya Titik Nol yang disebutnya sebagai puncak dari seluruh perjalanannya selama ini.

Ditemui di sela-sela penyelenggaraan Makassar International Writer Festival, lelaki kelahiran Lumajang, Jawa Timur ini bercerita panjang lebar tentang pengalamannya selama menjadi traveler. Berikut ini adalah petikan wawancara dengan Agustinus Wibowo yang mengaku pernah mempelajari 15 bahasa.

Pradha (P): Selamat sore mas, apa kabar? Pertama kalinya ke Makassar?

Agustinus Wibowo (AW): Selamat sore, kabar baik. Iya, ini pertama kalinya saya ke Makassar, bahkan ini kota paling timur Indonesia yang saya datangi setelah Bali.

[P]: Mas, pernah kepikiran ndak untuk jadi traveler?

[AW]: Sejak kecil saya memang suka mengoleksi perangko dari berbagai dunia dan berharap bisa keliling dunia. Meski begitu kehidupan remaja saya jauh dari yang namanya traveling. Setelah bersekolah di Tiongkok barulah langkah menjadi seorang traveler jadi terbuka.

[P]: Pernah belajar secara formil untuk menulis dan fotografi?

[AW]: Sama sekali tidak. Semua saya lakukan sambil jalan. Pertama kali memotret hasilnya jelek sekali, tapi waktu itu saya ikut forum dan memberanikan diri memajang foto saya di sana. Dari sana kemudian muncul saran dan kritikan yang membuat saya belajar. Saya belajar menulis dan memotret melalui proses sharing.

Untuk menulis sendiri awalnya saya hanya membuat blog pribadi di avgustin.net, blog itu sebenarnya hanya untuk mengupdate status dan ngasih informasi ke teman-teman, saya lagi di mana. Waktu itu kan belum ada sosial media yang lain. Blog saya mengalami metamorfosis, saya juga belajar banyak menulis yang baik dari blog.

Agustinus Wibowo di Majalah Pradha
Agustinus Wibowo di Majalah Pradha

[P]: Sebenarnya apa sih yang dicari seorang Agustinus Wibowo dalam setiap perjalanannya?

[AW]: Saya sebenarnya tidak pernah mencari, saya menemukan. Awalnya saya melakukan perjalanan dengan sangat naif, itu bisa dibaca di Titik Nol. Waktu itu saya hanya anak muda yang naif dan ingin melakukan perjalanan yang saya suka. Dari situ saya malah menemukan banyak hal, termasuk makna dari setiap perjalanan.

Cerita dalam Titik Nol itu sebenarnya adalah prequel atau pendahulu dalam cerita yang lain. Saya merasa dalam perjalanan kita bertumbuh dan cerita dalam Titik Nol itu adalah momentum. Buat saya perjalanan yang ada di buku Titik Nol itu adalah perjalanan yang tidak akan pernah bisa saya lakukan lagi. Saya bisa melakukan perjalanan yang sama dengan perjalanan di Selimut Debu dan Garis Batas, tapi perjalanan di Titik Nol adalah perjalanan sekali seumur hidup.

[P]: Pernah khawatir selama melakukan perjalanan itu?

[AW]: Khawatir itu manusiawi, setiap orang pasti pernah merasakannya. Orang berkeluarga karena khawatir soal masa depan, orang mencari pekerjaan karena khawatir akan hidupnya dan sebagainya dan sebagainya. Jelas saya juga pernah merasa khawatir.

Tapi buat saya yang terpenting adalah bagaimana me-manage kekhawatiran itu agar bisa menjadi kekuatan dalam sebuah perjalanan.

[P]: Kalau ketakutan sendiri? Apa ketakutan terbesar seorang Agustinus Wibowo dalam sebuah perjalanan?

[AW]: Sama dengan khawatiran, semua orang juga pasti punya ketakutan dan saya yakin hampir semua orang takut pada kematian. Saya juga sering merasa seperti itu. Tapi saya punya satu ketakutan yang paling besar, yaitu ketakutan menghadapi diri sendiri.

Ketakutan itu saya rasakan ketika menyusun Titik Nol. Buku ini saya susun dalam waktu 2 tahun, draft awalnya berisi semua tumpahan perasaan saya selama melakukan perjalanan. Proses ini membuat energi saya terkuras habis. Apa yang ada di Titik Nol sekarang adalah saringan dari proses panjang, ada banyak cerita yang kemudian disingkirkan dan cukup menjadi catatan pribadi saya saja.

Dalam menuliskan Titik Nol itu saya betul-betul berhadapan dengan ketakutan terbesar saya, diri sendiri. Buku Titik Nol ini memang jadinya sangat pribadi, itu juga yang menjadi alasan saya mengubah kata orang pertama dari “Saya” menjadi “Aku”. Saya merasa “Aku” lebih personal dan dekat, saya memang membuat Titik Nol ini sebagai catatan yang sangat personal dan dekat.

Kelanjutan dari wawancara ini bisa dinikmati di majalah Pradha edisi ketiga yang sebentar lagi akan diterbitkan.[dG]

About Author

Daeng Ipul Makassar
a father | passionate blogger | photographer wannabe | graphic designer wannabe | loves to read and write | internet junkie | passionate fans of Pearl Jam | loves to talk, watch and play football | AC Milan lovers | a learner who never stop to learn | facebook: Daeng Ipul| twitter: @dgipul | ipul.ji@gmail.com |

Comments (2)

  1. Waaaa ndak asiik cuman setengah wawancaranya ;D soalnya gak yakin majalah prada msuk sini gak yaa, gak pernah liat hihihi

  2. salah satu orang yang saya kagumi akan pengalaman travelnya.. mas agus…. berani dan inspiratif…

Comment here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.