Pikiran

Pemilu Paling Heboh dan Indonesia Raya

Dua pasang capres (foto: Tribunnews)
Dua pasang capres (foto: Tribunnews)

Saya pertama kali ikut pemillu tahun 1997. Kala itu untuk pertama kalinya saya masuk bilik suara yang bentuknya benar-benar seperti bilik yang dibangun semi permanen dengan satu tirai dari kain sebagai pintunya. Dua tahun kemudian saya harusnya kembali ikut pemilu ketika pemilu multi partai digelar kembali menyusul keruntuhan era Orde Baru. Tapi kala itu saya menolak ikut memilih, alasan utamanya karena saya bingung harus memilih apa. 2 tahun sebelumnya hanya ada 3 pilihan, kemudian tiba-tiba ada 48 partai yang jadi peserta pemilu. Karena bingung mau memilih yang mana saya kemudian memilih untuk tidak ikut saja sekalian.

Lima tahun kemudian saya kembali menikmati pesta rakyat bernama pemilu. Pun untuk pertama kalinya saya ikut dalam pemilu presiden. Kali ini bukan cuma ikut sebagai peserta saja tapi juga sebagai anggota tim sukses. Maklumlah, bos besar kami waktu itu (Jusuf Kalla) maju sebagai kandidat calon presiden. Maka sibuklah saya bersama teman-teman untuk ikut memenangkan beliau.

Lima tahun kemudian saya masih ada di kantor yang sama dan boss besar kami kembali ikut pemilihan presiden. Kali ini beliau jadi presiden, bukan wakil lagi seperti 5 tahun sebelumnya. Kali itupun saya semakin sibuk menjadi anggota tim sukses. Beragam materi kampanye saya buat, dari stiker, pin sampai baliho meski kali ini saya tidak ikut-ikutan turun ke lapangan membaginya. Ikut kampanyepun tidak.

Tahun ini pemilu presiden kembali digelar. Saya sudah tidak di kantor yang sama dan tentu saja sudah tidak berstatus anak buah JK. Ini tahun pertama saya tidak berada di lingkungan yang mati-matian mendukung JK, minimal saya bisa mengamati pemilu presiden dengan lebih objektif karena berada di lingkungan yang lebih plural.

Dan, pengalaman mengamati pemilu presiden dari sisi yang berbeda membuat saya merasa kalau pemilu kali ini memang super heboh, jauh lebih heboh dari dua pemilu presiden sebelumnya.

Hal pertama yang membuatnya heboh karena calonnya cuma dua. Kondisi ini membuat calon seperti head to head yang tentunya mengerucutkan dukungan rakyat hanya kepada mereka berdua. Mengerucutnya dukungan ini tentu berpengaruh ke konsentrasi kedua calon dan para pendukungnya. Mereka lebih konsentrasi menyusun rencana karena toh saingannya cuma satu. Situasinya akan berbeda kalau calon presiden ada tiga seperti 5 tahun lalu, atau malah 5 calon seperti 10 tahun lalu.

Karena konsentrasi yang terpusat ini maka tim sukses kedua calon jadi lebih leluasa membuat strategi memenangi pemilu, entah strategi menjatuhkan lawan atau strategi mengunggulkan calon sendiri. Mereka tidak perlu repot melakukan analisa atau perhitungan yang panjang karena toh lawan yang mereka hadapi cuma satu.

Hal kedua yang menurut saya membuat pemilu presiden ini heboh adalah karena dua calon presiden yang bersaing. Joko Widodo di satu sisi benar-benar jadi media darling beberapa tahun belakangan ini, tindak-tanduknya sebagai walikota Solo dan kemudian sebagai Gubernur DKI Jakarta menarik minat banyak media untuk memberitakannya. Pemberitaan massif ini otomatis membuat namanya jadi sangat terkenal dan jadi pembicaraan orang. Popularitas dan elektabilitasnya tentu saja meningkat.

Di sisi seberang, sosok Prabowo Subianto juga sudah jadi pembicaraan lama di dunia politik Indonesia. Tentu karena kisah kelamnya di masa lalu serta kaitannya dengan tokoh utama Orde Baru, Soeharto.

Karena sosok mereka berdualah, maka pemilihan presiden ini jadi terasa sangat menarik perhatian. Saya kira kalau saja dua sosok calon presiden kita adalah Tukul Arwana melawan Cak Lontong maka perhatian rakyat tidak akan tersedot sebanyak ini.

Kampanye Hitam dan Fitnah.

Terakhir, satu hal yang membuat pemilu ini terkesan heboh buat saya adalah karena adanya serangkaian kampanye hitam dan fitnah yang ditujukan ke salah satu calon. Saya tidak berani menyebut kalau ini adalah bagian dari strategi calon lainnya, tapi kenyataannya kampanye hitam dan fitnah ini begitu massif meski terlihat sporadis dan tidak terencana dengan baik.

Kenapa saya bilang tidak terencana dengan baik? Soalnya tudingannya mulai tidak masuk akal, dari yang dibeking kekuatan barat, dibeking pengusaha China, agamanya bukan Islam, nenek moyangnya Tionghoa sampai tuduhan komunis. Padahal kan banyak dari tuduhan itu yang sebenarnya kontradiktif dan saling bertolak belakang.

Sebaran kampanye hitam dan fitnah yang massif ini rupanya menarik perhatian banyak orang. Apalagi karena sebagian besar kampanye hitam dan massif itu disebar melalui media sosial yang sekarang sudah jadi bagian penting masyarakat modern. Banyak orang yang menyebarkannya, dan banyak pula yang membantahnya.

Tiga alasan itu menurut saya membuat banyak orang jadi tertarik untuk ikut nimbrung dalam pemilu presiden kali ini. Baru kali ini saya melihat bagaimana teman-teman yang sebelumnya apatis dan tidak peduli pada pemilihan umum sekarang malah berbondong-bondong memperlihatkan ketertarikan mereka. Dari yang secara diam-diam mengaku mendukung satu calon sampai yang penuh niat mendukung satu calon. Dari yang heboh menyebar fitnah dan kampanye hitam sampai yang penuh semangat menyebar kebaikan calon mereka. Benar-benar pemilu yang heboh!

Besok Insya Allah pemilu presiden ini akan memasuki tahap akhir yang ditandai dengan pengumuman pemenang dari KPU. Ada desas-desus kalau salah satu calon bersikeras menolak hasil penghitungan suara, bahkan kabarnya siap mengerahkan massa ke kantor KPU. Ada pula desas-desus kalau tanggal 22 Juli nanti akan ada keributan besar-besaran yang melibatkan para pendukung calon presiden.

Sebagai warga Indonesia yang Insya Allah baik, saya tidak percaya kalau rakyat memang menginginkan perpecahan. Hidup sudah susah, ngapain lagi harus ditambah dengan berperang sesama warga. Tak ada yang lebih mengasyikkan daripada hidup tenang dan damai dengan saudara-saudara kita sesama orang Indonesia. Toh, siapapun presidennya kita akan tetap sebagai rakyat yang punya kuasa untuk mendukung atau mengkritisi kebijakan mereka. Yang penting damai, tenang dan tak ada bentrok.

Bagaimanapun kita sudah jadi saksi betapa heboh dan tingginya tingkat partisipasi pada pemilu kali ini. Semua adalah proses pembelajaran dalam demokrasi yang memang masih sementara kita pelajari ini. Hiduplah Indonesia Raya! [dG]

About Author

Daeng Ipul Makassar
a father | passionate blogger | photographer wannabe | graphic designer wannabe | loves to read and write | internet junkie | passionate fans of Pearl Jam | loves to talk, watch and play football | AC Milan lovers | a learner who never stop to learn | facebook: Daeng Ipul| twitter: @dgipul | ipul.ji@gmail.com |

Comments (3)

  1. Kayaknya saya masih punya kemeja dan kaos 5 tahun lalu :))

  2. Muhammad Ahlan

    begitulah karna calon cuman 2 jadi heboh deh, belum lagi indonesia kan negara demokrasi

Comment here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.