Pikiran

Azab Pembenci Ridwan Kamil

Postingan yang menghebohkan itu
Postingan yang menghebohkan itu

Berawal dari keinginan menggunjingkan walikota Makassar dengan membuat catatan bernada sarkasme, tapi ujung-ujungnya malah menyulitkan saya sendiri. Benar-benar sebuah azab karena “membenci” Ridwan Kamil.

Sebenarnya sudah lama saya punya ide membuat tulisan untuk membandingkan kinerja walikota Makassar dengan beberapa walikota yang ada di Indonesia, salah satunya tentu saja dengan Ridwan Kamil yang akhir-akhir ini menyeruak sebagai salah satu walikota terbaik di Indonesia. Oh iya, saya memang senang mengikuti topik dan cerita tentang perkotaan meski saya tidak punya latar belakang akademis tentang tata kota. Saya bahkan punya satu hari khusus (Kamis) untuk membuat cerita tentang dinamika perkotaan, khususnya kota Makassar.

Lalu Kamis 9 Januari 2014 saya memutuskan menulis tentang walikota Makassar dengan menggunakan Ridwan Kamil sebagai pembanding. Kebetulan mereka berdua punya latar belakang yang sama, sama-sama arsitek. Tapi bagaimana cara membandingkannya? Tentu saya memilih cara berbeda, kalau hanya membandingkan pear to pear sudah terlalu umum. Kebetulan beberapa bulan belakangan ini saya sedang asyik mencoba menulis dengan gaya baru, gaya sarkasme.

Gaya itulah yang saya pakai untuk postingan ?Saya Benci Ridwan Kamil?, saya menggunakan gaya sarkasme seolah-olah saya memang membenci beliau. Tentu saja saya tidak sebodoh itu, saya hanya menggunakan majas sarkasme untuk menyindir walikota sendiri yang sayangnya belum bisa seperti Ridwan Kamil, bahkan dalam hal cara berinteraksi dengan warga sekalipun.

*****

Sejak awal saya sudah menduga akan ada beberapa orang yang salah menangkap makna dari tulisan saya yang bernada sarkas itu. Biasalah, ada banyak orang yang mungkin jarang piknik sehingga sulit menangkap makna dari sebuah tulisan sarkas. Plus, judulnya sudah membuat beberapa orang yang terbiasa dengan berita daring pencari trafik menjadi salah paham dan mungkin mereka juga malas untuk mencari tahu lebih dalam tentang apa yang saya maksud dalam tulisan itu.

Yang tidak saya duga adalah tulisan itu ternyata benar-benar mengundang banyak orang untuk berkomentar. Ada yang paham dengan maksudnya tapi tidak sedikit juga yang tidak paham dan malah mengutuki saya. Tak apalah, mereka mungkin kurang piknik, jadi kita maklumi saja.

Masalahnya adalah, blog saya tidak dirancang untuk menerima kunjungan banyak orang. Setiap hari blog ini hanya dikunjungi antara 500-600 orang, tapi gara-gara postingan Saya Benci Ridwan Kamil itu, semua berubah.

5 jam sejak postingan itu di-publish, jumlah kunjungan sudah mencapai angka 2000an lebih dengan 1.950an di antaranya mengunjungi tulisan itu. Saya terperangah, tidak menyangka tamu akan datang sebanyak itu. Rupanya tautan postingan saya menyebar kemana-kemana, disebar teman-teman dan temannya teman serta temannya temannya teman. Jadilah ribuan orang berkunjung hari itu. Total sampai jam 12 malam ada sekitar 10.000an kunjungan ke blog saya, sebagian besar membaca postingan itu.

Lalu saya berpikir; ini hanya fenomena sementara, besok juga sudah kembali normal. Tapi saya salah! Keesokan harinya, baru jam 9 pagi saya iseng mengecek trafik blog. Benar kalau trafiknya memang tidak seperti hari sebelumnya, tapi malah lebih parah! Baru jam 9 pagi pengunjung sudah 12.000an atau ?lebih besar dari hari sebelumnya. Baru jam 9 pagi dan sudah 12.000? Saya mulai panik!

Sungguh, ini benar-benar di luar dugaan saya. Saya tidak pernah berharap tulisan saya akan dibaca dan blog saya dikunjungi orang sebanyak ini. Akibatnya, blog saya jadi susah dibuka. Berat sekali dan bahkan berkali-kali ada peringatan limited resource atau website busy. Benar-benar membuat saya tidak nyaman dan mulai stress.

Untungnya karena di antara kesulitan-kesulitan itu masih juga ada orang yang salah menangkap makna yang saya sampaikan dan malah menghujat saya yang dianggap menjelek-jelekkan Ridwan Kamil. Komentar seperti itu membuat saya geli, lumayan untuk meredakan stress karena sulit membuka dan masuk ke blog sendiri.

Saya jadi membayangkan analogi suasana ketika pemilik rumah ingin masuk ke rumahnya sendiri tapi banyak orang yang berdiri di teras dan pintu rumahnya. Pasti sang pemilik rumah kesulitan untuk masuk ke rumahnya, plus pasti sang pemilik rumah juga kesal karena untuk masuk ke rumah sendiri malah sulit.

*****

Seandainya saya memang berniat untuk mencari trafik tinggi yang berujung pada uang, maka fenomena itu akan saya manfaatkan. Membuat postingan bernada benci untuk memancing keingintahuan pembaca dan netizen, lalu mereka berbondong-bondong datang ke blog saya, trafik naik dan voila! Pengiklan berbaris rapi.

Mungkin ini yang dilakukan beberapa website dan beberapa orang, mereka sengaja membuat postingan yang bernada benci dan menyerang beberapa orang yang sudah terlanjur ngetop. Postingan itu tentu akan disebar banyak orang, entah yang sepandangan dengannya ataupun berseberangan. Ketika trafik meningkat tajam (dan stabil) maka mudahlah untuk mengelolanya menjadi ladang uang. Priyadi menyebutnya sebagai bisnis e-hate.

Tapi tidak dengan saya, situasi luar biasa ini malah membuat saya tidak nyaman. Saya sama sekali tidak pernah berpikir untuk mengelola bisnis seperti itu atau sederhananya saya tidak terpikir untuk jadi terkenal karena menuliskan kebencian.

Keramaian luar biasa yang saya alami selama dua hari kemarin malah membuat saya stress dan tidak nyaman. Bukan keramaian yang saya harapkan. Parahnya lagi karena postingan itu sejatinya menyasar walikota Makassar tapi yang terjadi malah Ridwan Kamil yang terus diberondong mention agar membacanya. Saya sedih karena ini artinya tembakan saya mengenai orang yang salah. Buat apa membesar-besarkan seorang Ridwan Kamil yang memang sudah terbukti hasil kerjanya? Saya (dan banyak orang di Makassar) lebih butuh komentar dan perhatian dari walikota kami sendiri.

Berawal dari sebuah niat yang disampaikan dengan cara sarkas dan berakhir dengan kehebohan yang malah merepotkan saya sendiri. Mungkin ini memang azab buat saya, azab karena saya “membenci” Ridwan Kamil. Duh, maafkan saya Kang. Bukan maksud saya seperti itu. [dG]

About Author

Daeng Ipul Makassar
a father | passionate blogger | photographer wannabe | graphic designer wannabe | loves to read and write | internet junkie | passionate fans of Pearl Jam | loves to talk, watch and play football | AC Milan lovers | a learner who never stop to learn | facebook: Daeng Ipul| twitter: @dgipul | ipul.ji@gmail.com |

Comments (19)

  1. ah, kampungan loh! dasar orang seberang!

    LoL

  2. saatnya upgrade hosting? :p

  3. Judul postingan ini cocok jadi judul sinetron itu LOL

  4. tenang daeng
    terkadang apa yg tertulis tak bs difahami harfiah oleh khalayak.dan selalu saja ada pro kontra daeng.
    gara2 postingan anda sblmnya yg terkesan menghujat ridwan kamil,walaupun anda sebenarnya merengek2 thd pimpinan wilayah anda,tentu jg akan ramai diperbincangkan dipergunjingkan bahkan muncul cacian dan makian serta sanjungan.

    saya sendiri tetap membenci bandung dan makasar,2 kota menarik di indonesia yg belom pernah saya kunjungi.
    smoga saya msh ada waktu utk berkunjung ke kedua kota tsbt dan kota2 lain di indonesia.bukan utk membbnding2kan,hanya menikmati indahnya tiap2 kota.
    krn setiap tempat/kota/daerah pastilah memiliki ke khas-an-nya masing2.

    salam hangat daeng,,dimanapun anda berada.
    lanjutkan berkarya..

  5. artikel yang menarik, etapi walikota bogor juga gitu-gitu ajah kok, eh …

  6. Akhirnya saya bisa juga masuk ke sindang…. Hai orang seberang yang kampungan….
    Tetaplah di Kampung Seberang #hapaseh

  7. Ciee, yang butuh perhatian…

    *cuma baca 2 paragraf terakhir.

  8. Salam Hangat Daeng dr salah satu warga kota Bandung, mudah2an postingannya bisa menggerakkan Walikota dan Warga tempat tinggal Daeng, spy bersama2 membangun Kotanya, “Tetep Sumanget Ulah Elehan” (Keep Spirit and never Give Up)

  9. Keep sharing, Daeng.. Klo ada yg gagal paham, itu kan salah dia sendiri karena lupa dengan majas dalam bahasa Indonesia. Jelas2 sarkas kok…
    Btw, saya miris baca komentar Jowry (beberapa komen di atas saya). Nggak tau itu maksudnya sarkas juga atau apa, cm nggak enak aja bacanya. Kayak sarkas yg gagal. Malah jadi sok kekotaan… Siapa sih dari kita yang nggak dari kampung? 😀

    “Azab” ini mungkin sebagai pertanda meng-upgrade hosting… ecie

  10. Yang sabar akang Ipul… yang gagal paham itu cukup dimaklumi saja. Semoga walikota Makassar bisa lebih berkarya lagi demi kemajuan kotanya. Tetep semangat ya..

    Salam hangat dari Bandung

  11. postingannya bikin ngakak, ketawa2 sndiri, dan kerjaan terbengkalay gara2 baca trs commentnya yang panjaaaaaannng gara2 penasaran, hahaha
    salam hangat mas daeng!

  12. Imho.. tapi terus terang banyak pelajaran dari tulisan daeng, paling tidak gaya menulisnya itu yang saya juga harus belajar.. Dalam menjahit setiap kata untuk menjadi kalimat dan tulisan utuhnya serasa ringan, padahal yang dibahas juga bukan sesuatu yang ringan

    • aku salut banget ama gaya sarkasnya, menginspirasi buat warga makassar juga supaya gak cuma diem ngeliatin walikotanya kaya gitu. anaknya pak walikota ajah yang sekampus sama aku lebay banget penjagaannya.

  13. dededeh 12.000 visitor daeng?! cakepnya mi kalau blognya dipasangi Google Ads wkwkwk

  14. Ahahaha, ditulisan ini juga masih aja yang gagal paham :)))
    Mas penulis ini tahu, animo masyarakat kalo baca berita yang berbau Porno, Kontroversi pasti “Menarik Perhatian”, tapi untungnya konten nya pun menarik, didalam dunia Jurnalistik sebetulnya ini yang dicari “Kompor Berjalan”, terlepas dari komentar yang tidak mengerti makna yang akhirnya menjadi bonus hiburan , ahahaha

    Salam dari Bandung,
    C I T S T U D I O

  15. takjub dan ada rasa sedih ketika mmbaca tusan ta “saya bnci RK”.
    pembacanya ada yg paham ada jg yang tdk.
    Yang paham: Bandung and RK = winner
    Makassar and DP = Loser
    yang tidak paham: Bandung dn RK= ttap disanjung n dicinta
    Makassar n DP= Kampungan n terbelakang

    ohh Makassar ku cinta Makassar ku malang….

Comment here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.