Dinamika Kota

Galeri Pemaku Pohon

Perda No. 25 tahun 1997 (foto: Lelakibugis.net)
Perda No. 25 tahun 1997 (foto: Lelakibugis.net)

Ada yang katanya sayang Makassar, tapi tetap memaku pohon. Ada yang katanya memberikan hatinya buat Makassar tapi tetap memaku pohon.

Seperti yang saya bilang, Makassar memang sial. Silih berganti pemilihan daerah dan pemilihan umum menyambangi kota ini. Mulai dari pemilihan gubernur, dilanjutkan dengan pemilihan walikota dan diakhiri nanti dengan pemilihan legislatif. Kenapa saya bilang sial? Karena setiap pemilihan berarti ada saja orang yang mengiklankan dirinya, memasang foto penuh senyumnya (yang kadang menjijikkan) di sekujur kota ini.

Lebih sial lagi karena tempat memasang foto itu tidak selalu di tempat yang sedap dipandang. Sesuka mereka, tanpa mempertimbangkan perasaan warga yang tiap hari melintas dan terpaksa menelan bulat-bulat wajah tak sedap mereka. Saking semangatnya mengiklankan diri, mereka memilih pohon sebagai medium untuk memasang materi kampanye mereka. Pohon, makhluk hidup yang berjasa meneduhkan kota ditempeli foto-foto mereka, lengkap dengan paku yang tajam. Mengerikan!

Sebenarnya sudah ada Perda no.25 tahun 1997 yang jelas-jelas melarang orang untuk memaku pohon di sepanjang jalur hijau. Tapi peraturan tinggal peraturan, salah satu pelanggarnya malah adalah pejabat kota, wakil walikota. Luar biasa ya? Atau jangan-jangan dia tidak tahu aturan itu karena alasannya aturan itu dibuat sebelum dia jadi wakil walikota?

Di bawah ini ada beberapa foto mereka yang sudah menyakiti pohon dengan memasang foto mereka lengkap dengan paku di sekujur tubuh pohon. Gambar-gambar ini saya ambil di sepanjang jalan Letjend. Hertasning dan sebagian jalan A.P. Pettarani. Ada perkembangan menarik karena sepertinya jumlah pemaku pohon makin berkurang, mereka menggantinya dengan memasang foto di tiang listrik yang bukan makhluk hidup. Atau ada juga yang memasang rangka khusus yang dipasang di tanah tanpa menyentuh pohon.

Katanya sayang Makassar, koq pohon dipaku Pak?
Katanya sayang Makassar, koq pohon dipaku Pak?
Hatiku Untuk Makassar. Pakuku juga.
Hatiku Untuk Makassar. Pakuku juga.
Pasti Pas! Apanya? Pakunya?
Pasti Pas! Apanya? Pakunya?
Mohon Doa dan Dukungannya setelah saya memaku pohon.
Mohon Doa dan Dukungannya setelah saya memaku pohon.
Selangkah Lebih Maju. Bahkan Pohon Keringpun Dipaku!
Selangkah Lebih Maju. Bahkan Pohon Keringpun Dipaku!
Adil Untuk Semua! Semua Kena Paku!
Adil Untuk Semua! Semua Kena Paku!

update: 3 Juni 2013

 

Masa depan Makassar? Penuh dengan wajah memuakkan di pohon?
Masa depan Makassar? Penuh dengan wajah memuakkan di pohon?
Pemimpin adalah pelayan..yang selalu memaku pohon?
Pemimpin adalah pelayan..yang selalu memaku pohon?

 

Semoga saja mereka betul-betul sudah insyaf dan tidak lagi mengijinkan tim suksesnya untuk memaku pohon. Di Makassar sendiri beberapa teman sudah cukup muak dan menyebarkan kampanye #JanganPilihPemakuPohon di jejaring sosial twitter. Kalau untuk mencintai lingkungan saja mereka tidak bisa, bagaimana kita bisa berharap mereka mencintai kota dan warganya? [dG]

About Author

Daeng Ipul Makassar
a father | passionate blogger | photographer wannabe | graphic designer wannabe | loves to read and write | internet junkie | passionate fans of Pearl Jam | loves to talk, watch and play football | AC Milan lovers | a learner who never stop to learn | facebook: Daeng Ipul| twitter: @dgipul | ipul.ji@gmail.com |

Comments (2)

  1. Terpilihpi tawwa kak ipul baru mau na sayang makassar, saya yakin warga makassar cerdas-cerdasji pilih pemimpin

  2. Bahasa politis dengan bahasa nurani atau bahasa cinta berbeda cara penafsirannya. Dan itu terlihat dari gaya kampanye mereka, politis bumbu2nya adalah “patotoai” atau janji-janji abal, penuh kemunafikan, begitulah yang kupahami. 🙂

Comment here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.