Dinamika Kota

Di Makassar, Pohon-Pohon Jadi Rebutan

Pohon yang jadi korban

Menjelang Pilkada yang meski masih setahun lagi, Makassar sudah sesak oleh spanduk, baliho besar maupun kecil yang berisi wajah-wajah sok akrab yang ingin mencalonkan diri jadi pemimpin. Beberapa di antaranya dengan sangat tega menempel wajah atau jargon mereka di pohon. Dengan paku tentu saja.

Di bilangan jalan utama yang bernama Jl. Andi Pangerang Petta Rani berdesakan banyak sekali baliho, poster dan spanduk yang memajang wajah-wajah penuh senyuman. Di antara wajah-wajah itu ada tulisan, kebanyakan adalah janji manis, selebihnya adalah motivasi kalau mereka bisa memberikan yang terbaik untuk kota ini.

Setiap perempatan atau pertigaan pasti penuh dengan baliho super besar yang sangat menusuk mata. Karena semua ruang untuk pamer diri sudah penuh, maka beberapa orang kemudian memilih ruang lain yang masih tersisa. Adalah pohon yang kemudian jadi korban.

Pohon lain yang jadi korban

Bukan hanya di seputaran jalan AP. Pettarani pohon-pohon terpilih jadi etalase untuk memasang wajah dan jargon itu, tapi di bilangan jalan lainnyapun banyak. Biasanya poster kecil seukuran 50x100cm itu dipasang di pohon-pohon dengan menggunakan paku. Jadilah pohon-pohon yang seharusnya jadi penyejuk kota dan mata itu berubah menjadi etalase wajah yang kadang malah bikin eneg.

Perlahan-lahan, wajah kota Makassar makin suram. Perempatan dan pertigaan jalan penuh dengan baliho besar, sementara pohon-pohonnya penuh dengan poster yang dipaku. Sungguh pemandangan yang sangat tidak nyaman. Orang menyebutnya sebagai polusi visual.

Beberapa waktu yang lalu kota Makassar dihebohkan dengan beberapa baliho besar yang mengusung jargon PAKUI. Sebuah jargon yang aneh dan sama sekali tidak menarik simpati. Belakangan ini di beberapa titik di kota Makassar ada baliho baru yang bisa dibilang sebagai lawan dari baliho PAKUI itu. Penyebarannya memang belum banyak dan besarannyapun tidak sebesar baliho PAKUI itu, tapi sudah cukup lumayan menarik perhatian.

Baliho Ambo Tang

Baliho itu bergambar seorang lelaki tua berpakaian adat warna putih lengkap dengan sarung dan kopiah khas Bugis. Di bagian atasnya bertuliskan : Ranjau Paku Di Mana-Mana !! dan bagian bawahnya ada tulisan ; Relawan Pencabut Paku. Ada juga tulisan nama H. Ambo Tang? yang merupakan nama khas Bugis meski Tang juga bisa diasosiasikan sebagai tang yang kita gunakan untuk mencabut paku.

Saya kurang tahu apakah si bapak H. Ambo Tang itu juga berniat mencalonkan diri untuk jadi walikota atau gubernur, atau hanya sebagai sindiran untuk baliho PAKUI saja ?

Stop Pakui Pohon

Sementara itu di bagian lain di Jl. AP Pettarani ada satu baliho kecil yang menarik perhatian saya. Sebuah baliho kecil yang mengusung jargon : STOP PAKUI POHON BOS, di bagian kanan atas ada tulisan : GERAKAN CABUT PAKU sementara di bagian bawah ada tulisan : BPP KPA SUL-SEL dan KOMITE PEMUDA PEMERHATI LINGKUNGAN.

Dari data yang saya peroleh di Internet, BPP KPA Sul-Sel ini adalah sebuah perkumpulan remaja pecinta alam. Makanya terasa wajar bila mereka kemudian merasa geram dengan makin maraknya para politikus yang memanfaatkan pohon sebagai media etalase wajah mereka.

Begitulah, pohon-pohon di Makassar rupanya menjadi rebutan banyak pihak. Ada yang berebut memakunya dan memasang wajahnya ada juga yang berebut mencabut pakunya. Entah sampai kapan pohon-pohon di Makassar bisa bebas dari kepentingan politik. Tidak bisakah mereka membiarkan pohon-pohon itu tetap di sana menjalankan tugasnya sebagai penyejuk kota ?

Kami mau pohon kami kembali bersih, tanpa wajah mereka yang entah kenapa kadang bikin eneg.

 

[dG]

About Author

Daeng Ipul Makassar
a father | passionate blogger | photographer wannabe | graphic designer wannabe | loves to read and write | internet junkie | passionate fans of Pearl Jam | loves to talk, watch and play football | AC Milan lovers | a learner who never stop to learn | facebook: Daeng Ipul| twitter: @dgipul | ipul.ji@gmail.com |

Comment here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.