Internet

Lebih Bebas Dengan Alter Ego?

V for Vendetta (image by Google)

Berdiam di balik akun alter ego memang memberikan kebebasan lebih dari akun biasa.

Suatu malam di sebuah cafe di Makassar, saya dan karib saya Lelaki Bugis sedang menyesap aroma kopi, teh dan berbatang-batang rokok. Perbincangan kami mengalir dari sana ke sini hingga akhirnya berlabuh di soal akun alter ego di twitter. Orang banyak menyebutnya sebagai akun anonim, tapi malam itu kami sepakat menyebutnya sebagai akun alter ego karena anonim berarti tidak bernama sedang akun-akun itu jelas ada namanya.

Kami menyoroti banyaknya akun alter ego berbasis kota Makassar. Dalam beberapa bulan belakangan ini akun alter ego memang muncul jadi fenomena di kota Makassar. Dalam tulisannya Bak Jamur, Akun Alter Ego Bermunculan Di Makassar, Lelaki Bugis menceritakan investigasi kecil-kecilan yang dia lakukan terhadap akun alter ego berbasis kota Makassar. Setidaknya saat ini sudah ada 500an akun alter ego dengan ciri khas Makassar. Ragamnya banyak, dari akun komunitas, akun jualan sampai akun yang memang dibuat dengan iseng.

Sama seperti Lelaki Bugis, saya juga penasaran dengan motivasi di balik pembuatan akun-akun itu utamanya akun alter ego yang tidak merepresentasikan sebuah komunitas atau brand. Kami membuat analisa sederhana yang sangat mungkin untuk dipatahkan, bisa jadi mereka membuat akun itu karena tertarik pada kesuksesan akun @SupirPete2 yang belakangan tenar sebagai akun khas Makassar yang juga bernilai rupiah.

Itu hanya analisa sederhana tanpa sebuah penelitian jadi sangat mungkin untuk dibantah.

Bisa jadi mereka juga membuat akun alter ego karena tertarik akan sebuah saluran yang lebih bebas untuk mengekspresikan diri. Ini analisa sepihak dari saya yang sama dengan analisa sebelumnya, tidak berdasarkan penelitian dan mungkin saja dibantah.

Kita orang Indonesia, dan bagi orang Indonesia tata krama masih dipegang teguh meski itu di ranah maya sekalipun. Dengan akun yang jelas kadang-kadang kita jadi sungkan untuk mengumpat atau bertingkah laku yang sedikit melanggar tata krama orang timur. Sungkan dan kadang berbalut aroma pencitraan. Dengan membuat akun alter ego yang jelas menyembunyikan identitas pemiliknya maka keinginan mengumpat atau ngetweet semaunya bisa disalurkan. Tidak perlu jaim atau menjaga pencitraan, toh orang tidak tahu siapa di belakang akun itu.

Tapi sekali lagi, ini analisa abal-abal yang muncul ketika melihat cara interaksi kebanyakan akun alter ego itu. Sebagian dari mereka dengan bebasnya mengumpat atau menggunakan kata-kata kotor di twitter. Tidak semua memang seperti itu, tapi setidaknya ada yang sangat mengganggu.

Malam itu saya dan Lelaki Bugis sempat mengetikkan kalimat yang menyoroti keberadaan akun-akun alter ego itu. Beberapa hari kemudian ternyata ada akun alter ego yang mungkin merasa tersinggung dengan twit kami. Mereka bereaksi lumayan keras tapi saya diamkan saja. Percuma berdebat dengan orang yang tidak jelas, kata saya dalam hati.

Mereka bilang twitter itu bukan punya siapa-siapa jadi semua orang berhak untuk bicara dan berbuat apa saja di twitter, nah saya membalas dengan kalimat yang sama. Karena twitter itu bebas jadi saya juga bebas dong untuk mengkritik mereka. Toh saya tidak pernah mengeluarkan kalimat melarang mereka, apalah saya ini sampai merasa punya hak untuk membatasi kebebasan orang di twitter.

Perdebatan memang tidak menjadi panjang karena dasarnya saya memang malas berdebat dengan orang yang tidak jelas. Hanya membuang-buang waktu dan energi.

Fenomena akun alter ego ini memang lagi hangat dibicarakan belakangan ini selepas kasus yang menyangkut akun @TrioMacan2000. Ada pihak yang merasa nama baiknya dirugikan oleh akun itu dan kemudian berniat melaporkannya ke yang berwajib. Sebelumnya juga Indonesia sudah dibuat heboh oleh akun @BennyIsrael yang banyak mengungkapkan kebobrokan dalam tubuh pemerintahan kita. Keduanya adalah akun alter ego, atau orang menyebutnya sebagai akun anonim.

Di sisi yang lain pengguna twitter di Indonesia juga pernah melewati masa fenomenal dari akun @poconggg yang heboh itu. Dengan follower ratusan ribu dan following 0, pocong jadi akun yang sangat mengundang rasa penasaran. Belakangan terbongkar (atau sengaja dibongkar) siapa di balik akun itu. Aromanya tidak jauh-jauh dari materi karena toh sang pemilik akun kemudian jadi selebritis meski sekarang entah bagaimana kabarnya.

Berdiam di balik akun alter ego memang memberikan kebebasan lebih dari akun biasa. Tidak adanya kejelasan tentang pemilik akun membuat siapapun yang berdiri di belakangnya merasa punya kebebasan untuk berbicara melebihi akun yang jelas siapa pemiliknya. Kebebasan itu kemudian dipakai dalam skala yang berbeda. Ada yang mengartikannya secara berlebihan tapi ada juga yang tetap menggunakannya dalam porsi yang tepat. Ranah twitter memang ranah kebebasan, semua bebas untuk mengatakan apa saja di sana.

Tapi kadang-kadang ada yang lupa kalau kebebasan yang diibaratkan sebagai kekuatan itu sesungguhnya datang bersama tanggung jawab yang besar. Semua kembali ke pribadinya, bagaimana dia bisa bertanggung jawab dengan kebebasan di tangannya.

Seperti kata paman Peter Parker di Spiderman ; great power comes with a great responsibililty. Selamat berinteraksi, apapun akun anda.

[dG]?

About Author

Daeng Ipul Makassar
a father | passionate blogger | photographer wannabe | graphic designer wannabe | loves to read and write | internet junkie | passionate fans of Pearl Jam | loves to talk, watch and play football | AC Milan lovers | a learner who never stop to learn | facebook: Daeng Ipul| twitter: @dgipul | ipul.ji@gmail.com |

Comments (11)

  1. Prihatin juga dengan akun-akun seperti itu.
    Memang makin banyak akun Anonim baru yang sepertinya saling berlomba untuk dapat followers sebanyak-banyaknya. Yang ujung-ujung nya bisa menguntungkan si pemilik akun tersebut.
    Tapi sejauh tweetnya inspiratif, tidak copy paste mentah-mentah, dan tidak menyinggung pihak-pihak lain, menurut saya, Go Ahead saja.

    BTW, theme barunya Daeng Gassing ini makin gammara’ 🙂

    • iPul dg.Gassing

      kalau saya sih kembali ke “kebebasan berekspresi” semua bebas mau bikin apa, mau bilang apa..tinggal bagaimana bertanggung jawab saja 🙂

  2. Kalau kata @makasSex keren, objektif, speechless. Sy enggak. Kurang keren karena kurang panjang, hahaha… Tp cukup objektif sih, last.. Semoga yg lain tetap menjadi jamur yg menyenangkan buat followersnya. Semoga…

    • iPul dg.Gassing

      kurang panjang? haddeh..ini lagi na saya takut orang bosan bacaki karena panjang dudui..hihi
      terima kasih sudah mampir saudara 🙂

  3. cieeee.
    yang sudah nonton Spidermeeen

  4. Taufik Ansyari Achmad

    Saya merasa lebih pas menyebut akun anonim yang dimaksud itu dengan sebutan akun pseudonim. Pseudonim kan berarti nama samaran, hal itu karena tersebut jelas bernama tetapi menggunakan nama samaran. Sementara kata anonim itu berasal dari bahasa Inggris ?anonymous? yang berarti tidak bernama, tidak beridentitas. Tapi kan adaji namanya tawwa. Haha.

    • iPul dg.Gassing

      kalau pseudonim itu bukannya berarti tidak berbentuk ya?
      kemarin saya dan teman sepakat menggunakan kata alter ego karena yakin kalau sebenarnya mereka itu punya akun “asli” dan kemudian membuat satu akun khusus sebagai alter ego mereka

  5. Naaah,… yang terakhir itu yang saya suka. Dulu saya juga pernah bahas soal ‘topeng’.
    Tapi ya itu tadi,… responsible yang kadang2 sering dilupakan orang, dan ngga salah kalau pengikutnya satu persatu memandang negatif sisi ‘jelek’ mereka 🙂

    • iPul dg.Gassing

      iyya betul mas..
      kalau kebablasan akhirnya malah lari dari karakter yg dia mau bangun dan ujung2nya pengikutnya malah malas..
      😀

  6. 🙂 twitter sudah menjadi socmed penting, sudah menjadi tools pencitraan, terikat dengan citra yang sudah dibangunnya mungkin membuat pemilik akun sulit mengekspresikan celotehan yg berbeda dengan image yang telah dibangun, so lahirlah akun2 pseudonim dengan motifnya masing-masing.

Comment here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.