InternetTips Blogging

Blogging : Kualitas vs Kuantitas

“..Susahnya menjaga kualitas tulisan di antara derasnya godaan publish button..”, ini sepenggal kalimat dari Lily Yulianti, blogger, jurnalis dan pencetus situs citizen reporter www.panyingkul.com yang dikirim via email ke saya. Penggalan kalimatnya memang singkat tapi bagi saya sangat bermakna.

Musti saya akui, untuk menjadi seorang blogger berkualitas memang sangat berat tantangannya. Bukan hanya bagaimana mengundang pembaca sebanyak-banyaknya dan mendongkrak popularitas pribadi sebagai blogger tapi yang terpenting adalah bagaimana menjaga kualitas postingan.

Di saat senggang saya sering menilik kembali arsip-arsip tulisan saya dalam kurun waktu setahun hingga dua tahun yang lalu. Musti saya akui kalau setahun belakangan ini kualitas tulisan saya ada grafk penurunan. Saya susah menemukan indikatornya, lebih banyak sih hanya dari feeling saja. Menurut saya grafik tertinggi dari segi kualitas tulisan saya ada di kisaran 1,5-2 tahun yang lalu. Waktu itu saya memang sedang getol-getolnya belajar menulis yang baik dan banyak belajar dari komunitas Panyingkul!.

Selepas masa-masa produktif yang penuh dengan tulisan berkualitas (menurut saya) itu, grafik mulai menurun. Penyebabnya klasik, apalagi kalau bukan karena fokus yang lebih banyak tercurah pada pekerjaan sehari-hari. Ini memang jadi ganjalan terbesar untuk blogger dan orang-orang yang mau belajar menulis. Fokus. Belakangan saya lebih sering asal menulis hanya supaya blog tidak terlalu lama menganggur. Memalukan memang, tapi bagaimana lagi. Rasanya sulit untuk keluar dari godaan publish button demi menjaga kualitas seperti kutipan kata-kata yang saya tulis di awal.

Beberapa minggu ini ada sebuah berita hangat di antara para blogger tentang “tantangan” nge-blog selama 31 hari tanpa henti. Bunda Endhoot sang pencetus mengaku kalau ini sebenarnya hanyalah tantangan kepada dirinya sendiri namun tanpa disadari tantangan ini menarik atensi banyak blogger untuk ikut bergabung. Bagi saya sendiri tantangan ini sungguh berat sehingga dari awal saya sudah mengaku kalau saya tidak akan bisa memenuhinya.

Meng-update blog setiap hari tanpa pernah terputus saja rasanya sungguh berat, belum lagi bila saya harus berurusan dengan standar mutu yang saya tentukan sendiri. Meski saya akui kalau belakangan ini kualitas tulisan saya menurun tapi saya tetap bersikeras menjaga kualitas tulisan meski terkadang hanya berada di batas minimum dari level kualitas yang saya buat sendiri. Saya bukan tipe blogger yang bisa dengan gampangnya mengisi blog dengan postingan yang menurut saya cetek dan berada di luar standar mutu yang saya buat sendiri. Saya tidak bisa hanya mengejar kuantitas semata tanpa peduli pada kualitas.

Ada seorang blogger yang saya jadikan sebagai role model. Namanya daeng Nuntung, bagi saya beliau luar biasa. Beliau bisa menjaga kualitas dan menyatukannya dengan kuantitas yang menurut saya berada di atas standar yang saya buat. Beliau memang rajin mengisi 2 blog pribadinya dan beberapa catatan pendeknya juga begitu banyak berseliweran di facebook-nya. Bagi saya apa yang beliau lakukan itu sungguh luar biasa. Mengawinkan kualitas dan kuantitas bukan sebuah pekerjaan ringan. Tidak semua blogger mampu melakukannya.

Setidaknya dalam 2 tahun belakangan ini entitas blog memang sedang mendapatkan cobaan berat. Berbagai situs jejaring sosial yang makin merajalela membuat blog sedikit agak terpinggirkan. Beberapa orang yang menjadikan blog hanya sebatas tempat curhat kemudian lebih memilih untuk konsentrasi pada Facebook dan Twitter yang jelas lebih mampu mewadahi kebutuhan mereka untuk sekedar curhat. Perlahan-lahan banyak blog yang kemudian jadi berdebu dan ditumbuhi sarang laba-laba alias tak terurus. Pemiliknya lebih memilih untuk berasyik masyuk di Facebook dan Twitter.

Beberapa survivor memang masih ada, mereka adalah orang-orang yang dari awal memang menemukan sesuatu yang mengasyikkan dari blog, bukan hanya sekedar tempat untuk curhat dan berkeluh kesah. Menurut Mustamar Natsir, di satu sisi fenomena Facebook, Twitter dan lain-lainnya justru membuat blog jadi lebih berkualitas karena para survivor yang masih betah mengurus blognya adalah orang-orang yang memang punya passion untuk menulis dan punya niatan untuk membagikan hal-hal yang berguna bagi orang lain.

Ini memang tantangan besar untuk para blogger. Semua blogger mestinya masih ingat kata-kata seorang “pakar telematika” yang sekarang sudah jadi anggota dewan bahwasanya blog itu hanya trend sesaat. Fenomena yang muncul sekarang sedikit banyaknya memang seperti mengamini pernyataan sang pakar, meski tidak seluruhnya benar. Hitungan blogger yang masih bertahan untuk terus memelihara blog-nya masih sangat besar. Mereka-mereka ini adalah orang-orang yang telah melewati sebuah seleksi alam yang ketat sehingga bisa dibilang mereka-mereka inilah para blogger sejati.

Blogger yang mengutamakan kuantitas dan blogger yang mengutamakan kualitas adalah para blogger yang berjasa besar menjaga passion ngeblog tetap membara. Saya tidak setuju kalau ada yang bilang blogger yang mengutamakan kualitas kastanya lebih tinggi daripada blogger yang mengutamakan kuantitas karena pada dasarnya mereka berada dalam satu jalur yang sama. Mereka punya pilihan yang sama meski dengan jalur yang berbeda. Bagi saya ada sebagian orang yang kemudian berhasil mengambil jalan tengah dengan mengawinkan antara kuantitas dan kualitas, nah orang-orang seperti inilah yang patut diacungi jempol karena tidak mudah untuk berada dalam golongan orang-orang seperti ini.

Di akhir tulisan, saya sepertinya harus meralat judul di atas. Kualitas vs Kuantitas, karena memang sebenarnya tak perlu ada persaingan dan rivalitas antara kualitas dan kuantitas. Semua punya posisi penting dalam dunia blogging. Yang jelas, mereka yang nge-blog jelas lebih baik daripada mereka yang tidak nge-blog. Setuju ?

About Author

Daeng Ipul Makassar
a father | passionate blogger | photographer wannabe | graphic designer wannabe | loves to read and write | internet junkie | passionate fans of Pearl Jam | loves to talk, watch and play football | AC Milan lovers | a learner who never stop to learn | facebook: Daeng Ipul| twitter: @dgipul | ipul.ji@gmail.com |

Comments (8)

  1. Mustamar Natsir

    Eh, ada namaku disebut2.
    Setuju! Memang susah menyamai Denun yang legendaris.
    .-= Mustamar Natsir´s last blog ..Facebook berkata yang bukan-bukan tentang Anda =-.

  2. Mustamar Natsir

    Eh, ada namaku disebut2.
    Setuju! Memang susah menyamai Denun yang legendaris.
    .-= Mustamar Natsir´s last blog ..Facebook berkata yang bukan-bukan tentang Anda =-.

  3. @Mustamar Natsir: btw..kapan itu blog di update lagi..?
    jangan hanya sibuk mengurus blog yang berbayar, mentang2 sudah jadi pemburu dollar…:P

  4. Setuju 🙂
    quote yg bisa di conteknih:

    Menurut Mustamar Natsir, di satu sisi fenomena Facebook, Twitter dan lain-lainnya justru membuat blog jadi lebih berkualitas karena para survivor yang masih betah mengurus blognya adalah orang-orang yang memang punya passion untuk menulis dan punya niatan untuk membagikan hal-hal yang berguna bagi orang lain.

    sedang berusaha setia ngeblog 🙂

  5. “keserhanaan” fb & twitter membuat blog mulai ditinggalkan tp yg pasti tetap ada sisi menarik dan positif dari ngeblog…
    msh newbie nich mhn bimbinganta’, perlu bnyk bljr dari Ipul sensei 🙂

  6. Dee - @HEYDEERAHMA

    Tulisan menarik yang mengingatkan saya agar fokus pada kualitas, bukan kuantitas 🙂

    Kalau menurut mas sendiri, apa indikator tulisan blog yang berkualitas?

    • indikator tulisan berkualitas memang beragam, tergantung selera masing-masing
      kalau saya sih melihatnya dari struktur tulisan, ide, sudut pandang dan tentu saja EYD

      • Dee - @HEYDEERAHMA

        Ah, baiklah noted 🙂 Struktur tulusan, ide, sudut pandang, EYD. Aspek-aspek ini pula yang membuat tulisan di blog saya terkadang lama published. Monggo mampir ke heydeerahma.com ya, Mas iPul 🙂

Comment here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.