kurangi sampah plastik
kurangi sampah plastik

Sampah plastik memang sudah jadi momok di era modern.

“Selamat siang bu. Maaf, mulai hari ini ibu harus bayar Rp.200,- untuk satu kantung plastik.” Kata kasir sebuah pusat perbelanjaan.

Ibu di depan saya menatap tajam. “Hah? Kenapa harus bayar?”, tanyanya.

“Ini peraturan baru Bu, dari pemerintah. Itu ada penjelasannya.” Kata si kasir berjilbab putih itu sambil menunjuk sebuah pamflet yang dipasang di depan mesin kasir.

Si ibu meneliti pamflet itu dengan saksama, memicingkan matanya sebelum kemudian berujar. “Ededeh, sekke’na (ih, pelit amat). Masak kantung plastik saja harus bayar Rp.200,-?” Ada nada kesal dalam suaranya.

Si ibu yang saya taksir umurnya tak lebih dari 35 tahun itu kemudian pasrah meski wajahnya tetap terlihat kesal. “Sudah, itu plastiknya satu saja, tidak usah didobel. Itu gabung mi saja, satukan mi dengan ini.” Dia terus mengawasi asisten kasir yang mengatur belanjaannya ke dalam kantung plastik putih. Beberapa belanjaan dipaksanya untuk masuk ke dalam satu kantung plastik meski telah sesak. Dia juga menolak ketika sang petugas menggandakan kantung plastik belanjaannya. Terlihat betul bagaimana si ibu berusaha menghemat penggunaan kantung plastik. Rp.200,-/kantung plastik rupanya tergolong berat baginya.

*****

Kejadian di atas terjadi hari Minggu (21/2) kemarin di sebuah retail besar yang satu grup dengan Trans TV. Saya tidak tahu sejak kapan kebijakan membayar lebih untuk kantung plastik di retail itu dijalankan, tapi setahu saya tanggal 21 Februari memang diperingati sebagai Hari Peduli Sampah Nasional. Pun sudah sejak beberapa hari sebelumnya saya mendengar rencana kebijakan pemerintah untuk membebankan biaya penggunaan kantung plastik di pusat perbelanjaan kepada para pembeli.

Cara ini adalah upaya untuk menekan penggunaan kantung plastik, salah satu sampah yang paling ditakuti. Bukan apa-apa, kantung plastik konon butuh waktu antara 500-1000 tahun sampai bisa terurai ke tanah. Orang Indonesia kabarnya memproduksi sampah plastik sebesar 4000 ton/hari atau setara dengan 16 unit pesawat Boeing 747. Kalau data itu benar, maka sungguh sebuah kemalangan buat bumi tempat kita berpijak ini.

Gerakan mengurangi sampah plastik sudah sejak lama dilakukan, baik oleh pihak perusahaan maupun oleh pihak warga. Sudah ada banyak komunitas yang giat mengkampanyekan pengurangan penggunaan bahan plastik untuk keperluan sehari-hari. Selain mereka ada pula yang berusaha mencari terobosan baru, menciptakan plastik daur ulang yang lebih ramah lingkungan.

Tapi sepertinya langkah-langkah itu belum terlalu efektif, setidaknya di sekitar saya. Plastik, apalagi yang berbentuk kantungan atau kerap disebut tas kresek sudah sangat jamak dan jadi bagian yang tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan sehari-hari kita. Beli gorengan sebiji pun biasanya akan ditawari kantung plastik, apalagi belanja di mini market atau toko kecil. Kantung plastik pasti jadi pilihan utama untuk membungkus belanjaan.

Sekira 10 tahun lalu ada sebuah retail di Makassar yang mensyaratkan pengunjung harus membayar Rp.1000,- untuk satu lembar kantung plastik milik mereka. Saya ingat betul bagaimana kala itu banyak sekali orang yang protes, ibu-ibu maupun bapak-bapak. Kebijakan si retail itu bukan kebijakan yang populer dan terlihat aneh di masa ketika kita bisa seenaknya minta pada kasir. Waktu itu belum banyak yang paham apa makna kebijakan manajemen retail tersebut. Masih banyak orang yang mengira si retail hanya pelit, untuk kantung plastik saja harus bayar.

Plastik memang jadi musuh utama orang-orang modern, utamanya plastik yang membanjiri kehidupan sehari-hari. Sebenarnya bukan hanya kantung plastik saja yang harus diwaspadai, tapi benda-benda berbentuk sachet juga. Coba lihat, berapa banyak kita mengonsumsi makanan, minuman atau produk kesehatan dan kecantikan yang dikemas dalam plastik sachet? Bukankah plastik sachet itu juga sampah plastik? Besarannya mungkin lebih kecil dari kantung plastik, tapi tetap saja terbuat dari plastik. Ini belum termasuk minuman kemasan yang juga dikemas dalam botol-botol plastik. Minuman yang jumlah konsumennya juga sangat besar dan kadang kemasannya dibuang begitu saja setelah isinya habis.

Kesadaran mengurangi sampah plastik sudah lama dibangun oleh sekelompok orang, tapi entah hasilnya bagaimana. Dengan adanya paksaan untuk membayar lebih kepada setiap konsumen yang menggunakan kantung plastik maka mudah-mudahan langkah mengurangi sampah plastik bisa semakin pasti. Meski itu baru dimulai dari kantung plastik. Tapi apakah angka Rp.200,-/kantung plastik itu efektif? Kalau melihat kejadian yang saya ceritakan di atas bisa jadi iya, tapi entah di hari-hari selanjutnya. Mungkin supaya benar-benar efektif harga kantung plastik harus dibuat lebih mahal, katakanlah Rp.20.000,-/kantung plastik.

Mengurangi sampah plastik seharusnya memang jadi kesadaran kita, setidaknya kita bisa ikut-seperti kata anak gaul kota-menjadi penjaga bumi. Bumi senang, kita juga ikut senang. [dG]

About Author

Daeng Ipul Makassar
a father | passionate blogger | photographer wannabe | graphic designer wannabe | loves to read and write | internet junkie | passionate fans of Pearl Jam | loves to talk, watch and play football | AC Milan lovers | a learner who never stop to learn | facebook: Daeng Ipul| twitter: @dgipul | ipul.ji@gmail.com |

Comments (12)

  1. Wajarlah ibu-ibu protes, mungkin Rp 200 sedikit banyak menggoyang neraca keuangan rumah tangga. Seharusnya pemerintah menyiapkan alternatif pengganti plastik meski harus bayar Rp 10.000 kalau diganti dengan keranjang yang ramah lingkungan sepertinya ibu-ibu tak keberatan.. hehe..

  2. Dwi Wahyudi

    Kalau saya lebih baik tidak menyediakan sama sekali kantung plastik ketimbang harus “menjual” nya 🙂

    • sebenarnya sih bukan dijual, dijadikan cara untuk mengurangi penggunaan kantung plastik. bisa sama sekali ditiadakan, tapi pelan-pelan. lah bayar 200 saja sudah ada yang marah-marah koq hihihi

  3. Saya pernah berbelanja pakaian di salah satu toko di mall yang ada di Makassar. Saya g mau pake kantongan karena saya bawa backpack. Sempat beradu argumen dengan stafnya yang tetap ngotot, katanya kebijakan perusahaan. Akhirnya kreseknya saya gunakan. Setelah itu saya email ke layanan customer perusahaan tersebut. Hasilnya? Tidak ada tanggapan. Email saya tidak dibalas. ?

  4. Lama-lama juga bakalan terbiasa dengan program itu, paling tuh Ibu kaget karena kekurangtahuan. Bisa jadi di rumahnya kerjanya cuma nonton sinetron atau acara menyanyi yang ada Saiful Jamil di dalamnya.

  5. di Jakarta, Ahok mau naikkan harga kantong plastiknya jadi 5000, patut ditiru.. Kalo 200 sih, “nda goyang” isi dompet.. hehe

  6. Setujubanget, dengan pemikiran2 yang seperti ini ..

  7. Saya sih setuju dengan program tersebut, jadi nggak banyak sampah plastik nantinya, semoga saja begitu 😀

  8. kalau lebih mahal lagi sepertinya lebih ok mas. soalnya kalau 200 murah hehe. takutnya kagak ada dampak apa-apa

Comment here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.