Pikiran

Di Negeri Ini Nyawa Orang Miskin Itu Murah!

Antri zakat (foto: Vivanews.com)
Antri zakat (foto: Vivanews.com)

Kamu bukan pejabat, bukan pengusaha kaya, bukan keturunan ningrat! Jangan merengek kalau kamu hanya orang miskin. Di negeri ini nyawamu dihargai sangat murah!

Saya memulai senja 2 Syawal 1435H dengan rasa geram. Saya baru mendengar berita tentang meninggalnya seorang bocah warga Makassar ketika berebutan di acara open house di kediaman Jusuf Kalla di Jl. H. Bau, Makassar. Hadika nama bocah itu, dia berangkat dari rumahnya di Jl. Rappokalling dengan harapan bisa ikut mendapatkan sekotak kue dan uang tunai Rp. 50.000,-

Apa daya, bocah ini malah pulang dalam keadaan tubuh dingin dan kaku tanpa nyawa. Di televisi saya melihat derai tangis keluarganya, memilukan. Mereka kehilangan anak yang pastinya mereka sayang, hanya sehari setelah hari bahagia di 1 Syawal.

Kejadian seperti ini bukan yang pertama, hampir tiap tahun kita dengar ada saja orang yang tergencet, cidera atau bahkan meninggal setiap kali orang-orang kaya berniat membagikan sedikit harta yang mereka miliki. Para korban selalu adalah orang-orang yang tak berpunya, kita menyebutnya orang miskin. Mereka rela berdesak-desakan, saling dorong, saling gencet dan mempertaruhkan nyawa hanya demi uang yang jumlahnya tak sampai setengah biaya pulsa bulanan anak-anak ABG gedongan.

Tiap tahun selalu ada saja berita seperti itu dan tiap tahun selalu saja ada orang-orang kaya yang bebal dan terus saja menggelar acara serupa. Mereka tahu kalau orang-orang yang mengaku tak mampu itu kadang susah diatur, tidak peduli pada kata sabar, antri atau pelan-pelan. Kesulitan hidup membuat mereka lebih agresif, tak mau melewatkan kesempatan sekecil apapun untuk mendapatkan uang. Sebagian dari mereka memang benar-benar memerlukannya, sebagian lagi sebenarnya bisa mendapatkan jumlah seperti itu dari tempat lain. Mereka hanya tamak dan ingin mendapat lebih.

Hari ini, kejadian yang sama kembali berulang. Seorang sudagar kaya yang sebentar lagi mungkin akan kembali dilantik sebagai wakil presiden Republik Indonesia tetap menggelar acara bagi-bagi uang. Sebenarnya tiap tahun beliau melakukannya, ini adalah tradisi tahunan mereka sekeluarga. Bertahun-tahun yang lalu saya sempat hadir di sana, kala itu almarhum bapak masih jadi salah satu karyawan beliau.

Dulu acara open house lebih sederhana karena hanya dihadiri oleh para keluarga dan karyawan dari perusahaan keluarga Kalla. Tapi sekarang beliau bukan lagi hanya milik Kalla Group, beliau milik seluruh rakyat Indonesia setelah beliau berhasil naik di kursi RI 02. Setelahnya, acara open house tak pernah sesederhana dulu lagi.

Tahun lalu keributan kecil sudah terjadi di acara yang sama, tapi tidak ada masalah karena keributan itu hanya terjadi antara anak-anak kecil yang saling berebutan. Tapi JK dan orang dekatnya mungkin luput melihat ini sebagai tanda-tanda bencana yang lebih besar. Tahun ini mereka kembali menggelar acara yang sama dengan suasana yang berbeda. KPU baru saja memutuskan JK sebagai wakil presiden terpilih untuk masa bakti 2014-2019, animo masyarakat tentu saja lebih besar. Sayangnya, JK dan orang-orang dekatnya mugkin luput melihat ini sebagai alarm bahaya.

Hadika jadi korban, korban dari sebuah acara yang seharusnya bisa diantisipasi dan dipersiapkan dengan lebih baik. Korban dari kecerobohan JK dan orang-orang dekatnya yang tak bisa melihat betapa besar animo warga, betapa susah mereka diatur dan betapa sekotak kue dan uang tunai Rp. 50.000,- sesungguhnya tidak sebanding dengan nyawa mereka.

Beberapa saat setelah Hadika berpulang, JK meneruskan agendanya hari itu. Dia berpidato di pelataran Pantai Losari, salah satu ikon kota Makassar. Pidato itu diberi nama pidato kemenangan. Dalam pidatonya JK berterima kasih pada semua rakyat Indonesia yang memilih dia dan Jokowi dalam pemilu presiden kemarin. JK seperti tidak peduli bahwa beberapa saat sebelumnya seorang anak kecil mati mengenaskan di depan rumahnya. Mungkin orang tua Hadika adalah satu dari jutaan rakyat Indonesia yang memilih JK di pilpres kemarin.

JK mungkin sama sekali tidak berniat untuk membatalkan pidato kemenangannya karena toh kejadian itu hanya sebuah kecelakaan. Hadika hanya korban dari kesalahan sistem, kelalaian aparat yang harusnya berjaga ketat supaya acara tetap berjalan lancar. JK meneruskan pidato kemenangannya karena toh nyawa yang hilang hanya nyawa seorang anak miskin, tak ada yang penting dari sosoknya. Pemerintah kota Makassar sendiri sudah berjanji akan bertanggung jawab meski bukan mereka panitia pelaksana acara.

Dengan diteruskannya agenda acara pidato kemenangan di Pantai Losari maka buat saya itu adalah penegasan kalau di negeri ini harga nyawa orang miskin itu murah. Sangat murah! [dG]?

About Author

Daeng Ipul Makassar
a father | passionate blogger | photographer wannabe | graphic designer wannabe | loves to read and write | internet junkie | passionate fans of Pearl Jam | loves to talk, watch and play football | AC Milan lovers | a learner who never stop to learn | facebook: Daeng Ipul| twitter: @dgipul | ipul.ji@gmail.com |

Comments (6)

  1. mungkin manajemen waktunya yg harus diubah. misalnya waktu utk anak2 hari ini, wanita besok, dan pria lusa.

    tapi, kebanyakan orang memang sepertinya susah diberi tahu ya. merasa butuh, nggak pernah selalu merasa bahwa ada orang yang lebih susah dari dia.

    akibatnya, makna lebaran yg harusnya ‘silaturahmi’ jadinya ‘pantang pulang sebelum dapat uang’.

    mohon maaf ya jika komentar saya kurang sopan dan menyinggung. salam. 🙂

  2. Muh Hasrul

    Kurang peka lg sprtinya ini Pak JK, td di slh satu TV sempat diwawancarai dan minta maaf tp sayang sempat keluar ucapanx “Berapapun sebenarnya kita siap (dana mksdx)” semoga itu bukan ucapan kesombongan

  3. phew, yang aku sesalkan kenapa masih ada tradisi membuat acara bagi-bagi uang seperti ini. Tidak disalurkan saja lewat kegiatan yang lebih bermanfaat 😐

  4. ampyuuun dah — gak kapok2 🙁

  5. Harusnya Open House bukan sekedar ritual bagi-bagi uang…
    sudah-sudahmi kejadian begini deh… 🙁

  6. Tayusani Yuza

    Hidup sungkan mati pun tak mau. Tapi kalau harus mati beginilah orang miskin di negeri ini biasanya mati.

Comment here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.